Sabtu, 17 Desember 2011

Di Tempat Ini










     Rifah Istiqomah setengah berlari meyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu ramping. Jilbab putih yang tertiup sepoian angin. Dan beberapa buah buku di peluknya melengkapi penampilannya pagi ini.

     "Tadi alarm mati, bangun jadi kesiangan dan sekarang aku terlambat, bagaimana ini? Kalau nanti aku di hukum nggak boleh ikut belajar gimana? Bisa ketinggalan aku #@*!#&#^*&^$#& " Rifah mengumpat sambil terus berjalan.

     Rifah masih tenggelam dalam pemikirannya, dia nggak melihat seorang cowok yang berlawanan arah dengannya. Dan Rifahpun menabrak cowok itu hingga buku yang dipeluknya terjatuh.

     "Bruuukk.." suara buku Rifah yang jatuh. Rifah segera merapihkan buku yang terjatuh disusul dengan cowok itu.

     "Aduh maaf ka, tadi aku nggak lihat kaka ada di depan aku ." kata Rifah bernada cemas.

     Setelah buku-buku itu rapih dan berada dalam pelukan Rifah lagi, Rifah segera berterima kasih dan meminta maaf kembali.

     "Makasih banget ya kak udah mau bantuin aku dan maaf sekali lagi." kata Rifah sambil tersenyum.

     "Ya, lain kali kalau jalan jangan bengong." kata cowok itu sambil berlalu dengan coolnya.

     Rifah langsung merubah arah berdirinya dan tersenyum lebar sambil memandangi cowok itu.

      "Kak Alif!" kata Rifah sambil cengar-cengir sendiri.

     Yap! Nama cowok itu Alif. Alif Akbar kelas XII IPA 2. Siapa yang nggak kenal dia? Dia famous, dia ketua basket, dia juga vokalis sekaligus gitaris di sekolah ini. Cewek mana yang nggak suka sama dia? Dia ganteng, putih, tajir, tinggi, baik dan pintar. Boleh di bilang Alif itu cowok yang perfect. Cowok idaman semua kaum hawa di SMAN 4 Tangerang dan sekolah lain. Tidak terkecuali bagi Rifah. Dia sangat mengagumi Alif.

     Pikiran Rifah mengkhayal semakin jauh dan nggak menyadari guru yang sedari tadi memerhatikannya.

     "Ehem... sedang apa kamu disini?! Sana masuk kelas!" tegur guru itu.

     "Ba..baik pak." kata Rifah terbata-bata

     Rifah langsung berlari menaiki tangga dan memasuki kelasnya.

***

     "Ngiuuuung...ngiuuung...." bel istirahat berbunyi.

     Murid-murid berhamburan keluar kelas. Ada yang ke kantin, ke perpus dan ada yang mondar-mandir nggak jelas. Sementara Rifah mau pergi ke perpus dan seperti biasa dia selalu mengajak sahabatnya. Rara bertubuh ramping dan berambut panjang dan sedikit pirang.

     "Ra, temani aku ke perpus yuk!" ajak Rifah pada Rara.
     "Mau ngapain?" tanya Rara.

     Rifah nyengir. Walaupun Rifah dan Rara belum bersahabat lama, tapi Rara sudah tahu kebiasaan dari Rifah, begitupun sebaliknya. Rara mengiakan ajakan Rifah sambil mecubit pipinya.

     "Iya-iya. Apasih yang nggak buat sahabat gue yang jelek ini." kata Rara sambil mencubit pipi Rifah dan pergi ke perpus.

     Sampai di perpus. Rara dan Rifah melepas sepatunya. Belum sempat Rifah membuka pintu, pintu perpusnya sudah dibuka seakan tahu siapa yang datang. Yap! Rara dan Rifah, hampir setiap istirahat mereka berkunjung ke perpus. Mungkin pegawai perpus itu sudah mengenali suara Rifah dan Rara, atau mungkin pegawai perpus itu bisa meramal siapa saja yang akan berkunjung. Tapi itu sepertinya nggak mungkin deh. Rifah dan Rara memasuki ruangan perpus sambil menyapa pegawai perpus.

     "Pagi bapak." sapa Rifah sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

     "Pagi juga neng." kata pegawai perpus itu sambil tersenyum.

     Mata Rifah langsung menyusuri setiap murid cowok yang berada di perpus. Dan yap ketemu! Sosok yang di cari Rifah ada di tempat duduk pojok kiri. Sosok yang membuatnya tergila-gila sejak menjadi murid SMA. Yap! Siapa lagi kalu bukan Alif.

     Rifah langsung duduk di tempat yang menurutnya dapat leluasa memandangi pujaan hatinya itu di susul oleh Rara. Rifah terus menerus memerhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Alif. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sementara Rara terpaku pada buku bacaannya.

     Alif yang sudah nggak nyaman karna merasa di perhatikan bergegas pergi ke kelasnya. Rifah yang sudah menangkap sinyal itu refleks mengambil buku yang ada di depannya dan pura-pura membacanya. Tapi karena kebodohannya Rifah, dia nggak sadar kalau buku yang di pegangnya terbalik.

     "De, bukunya terbalik." kata Alif dengan santainya sambil berjalan keluar perpus.

     Beberapa murid yang mendengar omongan Alif bengong sejenak, lalu tertawa melihat betapa konyolnya tingkah Rifah. Rifah hanya nyengir dengan muka merah seperti tomat karena menahan malu.

     "Bodoh! Bodoh! Bodoh!" maki Rifah dalam hati.

     "Ha-ha-ha Rifah. Lo tuh konyol banget sih. Bikin malu aja ha-ha-ha." kata Rara sambil tertawa.

     "Puas puas? Tega deh. Aku malu nih ra." kata Rifah sambil memanyunkan bibirnya beberapa sentimeter.

     "Ha-ha-ha abis tingkah lo bener-bener lucu." kata Rara sambil tertawa lagi.
     "Udah deh diem. Bau ra bau... Eh iya ra, kamu suka sama Kak Alif juga nggak sih? Dari tadi aku perhatiin, kamu cuek aja waktu ada Kak Alif?" tanya Rifah.

     Rara menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal sambil berpikir. Tapi saat Rara mau menjawab pertanyaan Rifah, bel berbunyi.

     "Suka sama Kak Alif?" Rara bertanya balik.

     "Ngiuuuung...Ngiuuungg..." bel bunyi.

     "Eh udah masuk, ke kelas yuk! Nanti kan pelajarannya Bu Titi, gue nggak mau di hukum karna telat. Oiya, nanti gue pulang duluan ya." kata Rara sambil berdiri di susul oleh Rifah.

***

     SMAN 4 Tangerang sudah sepi, sekolah itu telah memulangkan ratusan siswanya pada pukul 12.50 WIB. Kini sudah hampir pukul 16.00 WIB. Langit juga sudah gelap seperti malam dan hujan turun cukup deras. Di sekolah hanya ada beberapa penjaga sekolah dan pengurus OSIS yang sedang rapat.

     Batin Rifah mengeluh. Andai Rara ada disini, pasti Rifah nggak akan merasa sesepi ini.

     Sambil bengong, pandangan Rifah menyapu ke sekeliling sekolahnya. Benar-benar sepi. Pandangan Rifah berhenti pada satu titik. Di koridor di sebelah kiri ada sepasang sejoli. Rifah berkali-kali mengucak matanya. Itu Rara dan Kak Alif! Mereka sedang bercanda begitu mesra. Rifah terus mengamati sepasang sejoli itu. Matanya memerah, air mata mulai menggenangi pelupuk matanya. Segala pemikiran bergejolak di benaknya. Entah seperti apa hatinya saat ini.

     Rifah membenarkan posisi duduknya agar tidak terlihat oleh mereka. Ia memejamkan mata. Kamu jahat ra, kata kamu, kamu nggak kenal sama Kak Alif, katanya kamu nggak suka sama Kak Alif, katanya hari ini kamu pulang duluan. Tapi apa kenyataan yang aku lihat sekarang? Kamu malah berduaan sama Kak Alif. Kenapa kamu bohong ra sama aku? kamu sahabat pertama aku ra. Sebelumnya aku belum pernah ngerasain yang namanya punya sahabat, tapi kenapa kamu yang khianati aku! Kenapa kamu nggak cerita dari awal?
Disini di tempat ini aku menyatakan kamu jadi sahabatku. Disini di tempat ini aku mulai menyukai Kak Alif. Disini di tempat ini kita membangun banyak kenangan. Disini ditempat ini aku harus mengetahui hal yang membuat aku menangis. Dan disini di tempat ini aku nggak tahu apakah persahabatan kita masih tetap lanjut atau nggak!!
Aku kecewa. Aku benci kamu ra. Aku sakit. Sangat sakit, batin Rifah.
     Dengan perasaan yang campur aduk dan air mata yang mengalir di pipinya, ia menguatkan diri untuk berdiri. Entah berapa lama ia terdiam dan menangis di koridor itu, rasanya seperti seabad.

     Tangan dan kakinya terasa bergetar, tapi sekuat tenaga ia tetap berjalan. Menembus dingin dan gelapnya langit. Membelah hujan. Bersama air mata. Sendirian.

- S E L E S A I -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar